Langsung ke konten utama

Karena Perbedaan, Menjadikanku Brutal

Perkenalkan gadis Jakarta yang satu ini, namaku Mili. Aku gadis SMA yang selalu menggunakan dialek yang sopan kepada sesama, baik tua, muda, atau seumuran sekalipun. Sebagai muslim, aku memakai jilbab dan baju yang sopan kemana-mana. Begitupun Vina, kakakku. Orang-orang sering mengira aku dan kakakku sebagai teman baik dan setia.
Tapi hal baik itu seketika musnah hanya karena...

Pada prinsipnya, aku dan kakakku sangat berprestasi. Tapi kakakku berprestasi di bidang akademis sedangkan aku berprestasi di bidang olahraga. Hal itulah yang mungkin menjadi alasan mengapa orang tuaku hanya memandang kakakku sebagai anak emasnya.

Malam itu, kami sekeluarga berkumpul di bangku taman. Lagi-lagi bercerita tentang prestasi. Ketika kakakku bercerita tentang terpilihnya ia sebagai wakil Jakarta dalam Olimpiade Matematika Internasional di Inggris, Orang tuaku terlihat bangga dan terkagum-kagum. Ya, aku mengakui.. Kata-kata itu terdengar hebat. Mendengar cerita kakakku, aku membungkam mulutku dan tidak ingin mengatakan apa-apa. Untuk kali ini, prestasiku lebih buruk dibanding dia.

Tapi orang tuaku tetap bertanya. Aku menjawab, "tidak ada prestasi kali ini. Aku mempunyai banyak PR.." Seketika itu aku kaget mendengar ayahku memukul meja dengan keras.
"Kamu tidak lihat kakakmu? Dia mempunyai banyak PR tapi prestasinya tetap menjulang tinggi. Apa-apaan kamu ini? Kamu sedikitpun tidak membuat ayah bangga."
"Ayah..." sela Kak Vina
"Kakak, biarlah ayah berkata begitu. Aku memang berbeda dengan kakak. Aku memang tidak berguna."
"Ya, kamu memang tidak berguna!" jawab ayah dengan ketus

Mendengar perkataan ayah tadi, aku menangis kesal dan berlari menuju kamar. Aku kesal dengan ayah dan kesal dengan diriku sendiri. Mengapa aku diciptakan dengan kemampuan yang tidak bisa membuat ayah bangga sedikitpun?

Aku berpikir, jika ayah tidak bisa memandangku sedikit saja, dan tidak menghargai apa yang kuperbuat, tidak salah juga aku menjadi brutal. Lagipula mungkin ayah juga tidak memperdulikanku dan membebaskanku. Mungkin ia hanya mengurus kakakku yang bertalenta saja.

Keesokan harinya, aku melepas jilbabku, memakai baju yang sembarangan, suka berfoya-foya, sering ke luar rumah, sering membolos sekolah, sering jahil dengan guru, sering membantah perintah orang tua, dan pada akhirnya peringatan dari sekolahpun datang padaku.

Keluargaku terheran-heran melihat perilakuku yang begitu brutal. Mereka sering memberiku nasihat, mereka ingin pengertian dariku, tapi apa mereka mengerti aku? Aku hanya mengabaikannya dan pura-pura tidak mendengarnya..

Sampai suatu ketika, aku bertemu dengan orang tuaku di jalan. Aku sedang bersama temanku berjalan menuju kafe. Ayahku terlihat meredam kemarahannya dan mengepal telapak tangannya. Ia keluar dari mobil dan menyeretku masuk. Ia hanya bersikap dingin sepanjang perjalanan.

Sesampainya di rumah, ayah melemparku di sofa. Ia memarahiku dengan kejam.

"Mana jilbabmu? Mana sopan santunmu? Mana sifat baikmu? Apa kamu tidak mengerti ayah yang dari kecil mengajarkanmu hal yang baik-baik?"
"Aku sudah melakukan semua hal itu demi ayah. Aku sudah mengerti ayah selama ini.."
"Tapi sekarang? Apa yang kamu lakukan malam-malam tadi hah?"
"Aku kira aku anak yang tidak berguna. Jadi ayah pasti akan membebaskanku pergi ke mana saja. Aku begini karena ayah. Ayah sungguh tidak mengerti aku."
"Tidak mengerti bagaimana? Ayah sudah memberikan apapun buat kamu."
"Ayah tidak mempunyai kepercayaan lebih dengan kemampuanku. Aku memang berbeda dengan kakak. Yang selalu tinggi nilainya, yang selalu membawa medali setiap lomba, yang selalu jadi juara umum, yang disukai para guru, itu kriteria yang paling ayah banggakan kan? Sementara aku? Aku hanya berprestasi di bidang yang kusukai.. Tidak tentu juga setiap lomba aku memberikan piala untuk ayah... Jangan memaksa keinginanku ayah.. tolong yah tolong mengerti aku sedikit saja.."

Aku menangis yang kedua kalinya dan berlari ke kamarku. Aku menutup pintu dengan keras. Sementara itu, ayah hanya terdiam. Tidak tahu ia sudah sadar atau sekedar diam saja. Ibu menangis tersedu-sedu dengan kakakku.

Besoknya, Jam 5 pagi, adzan Subuh berkumandang dimana-mana. Udara saat itu masih dingin. Saat itu, seseorang mengetuk pintu kamarku. Aku membukanya dengan mata sembap setelah menangis dalam waktu yang cukup lama. Seseorang yang mengetuk pintu  itu adalah ayah dan ibu. Aku kembali ke tempat tidurku dan membiarkan orang tuaku masuk. Ayah memegang bahuku dan memintaku untuk menghadapnya. Ia seperti menangis..

"Ayah tahu ayah sudah kasar dan tidak mengerti kamu. Ayah baru sadar anak-anak ayah memliki keunikan dan keunggulan masing-masing. Seharusnya ayah tidak memaksamu untuk menjadi seorang kakakmu. Ayah menyesal, Maafkan ayah, sayang.."
Aku menghapus air matanya.
"Ayah, jangan menangis. Aku senang akhirnya ayah menyadarinya. Maafkan aku juga ayah, tidak sepantasnya aku menjadi brutal. Seharusnya aku bisa membuat prestasi yang lebih dan bisa membuat ayah dan ibu bangga."
"Maka dari itu, ibu mau anak ibu menjadi seorang Mili yang dulu. Memakai jilbab dan santun kepada semua orang. Pakailah ini. Dan Shalat Subuhlah kamu dengan kami. Kakakmu menunggu di mushola, sayang.." (Memberiku mukena dan sajadah)
"Baiklah ibu, ayah.. aku akan berubah."

Ayah dan Ibu memelukku. Suasana saat itu sedih, senang bercampur haru. Aku mengambil air wudhu  dan beranjak pergi ke Mushola. Sontak aku memeluk kakakku yang berada di sana sejak tadi dan kami Shalat Subuh dengan perasaan bahagia.

Pesan: Jangan memaksa anak untuk berkemampuan seperti orang lain karena setiap manusia berbeda. Mereka  memiliki keunikan, keunggulan, dan bakat tersendiri.

Catatan buat Para ayah: Jangan tersinggung ya, ini hanya cerpen semata..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ujian Hidup di FK Unpad

HOLLA FELLAS! Judul di atas itu terlalu berlebihan ya, Guys! Ujian hidup mah ngga cuman ada di FK Unpad aja. Tapi di mana-mana ada ujian hidup. Jadi, esensi aku nulis ini untuk menyebutkan dan menggambarkan ujian hidup di FK Unpad. Salah tiganya adalah SOOCA, OSCE, dan MDE. Dimulai dari SOOCA ya Guys. Bismillah. Bukannya aku nakut-nakutin. Tapi da emang SOOCA teh serem! SOOCA itu kepanjangannya Student Oral Objective Case Analysis (kira-kira), adalah ujian yang paling memiliki sifat ujian. Sebenernya ini gak terlalu serem kalau kita udah mempersiapkan dari JAUH-JAUH BULAN . SOOCA buat aku adalah sesuatu. SOOCA adalah ujian lisan di FK Unpad, dimana bahan belajarnya itu dari kasus di tutorial. Jadi, misal waktu semester satu pas UTS kan FBS 1 dan 2. Nah itu case yang dipelajari ada Lack of Nutrient, Pancreatitis, Obesity, Hereditary Spherocytosis, sama Case anatomy. 5 case tuh. Nah terus pas SOOCA, nanti ada sesi penulisan flipchart. Nah sebelum itu masing-masin...

Perjuangan Masuk Fakultas Kedokteran

PART 3 (Time’s Over!) Punten kalo panjang.. Jadi gini, sebagai peserta SBMPTN 2017 pastinya aku udah daftar dong. Nah, itu seneng banget karena aku dapatnya di SMAN 3 Bogor (Smanti). Which is sekolah favorit di Bogor. Katanya juga kelasnya bagus, AC nya dingin, meja dan kursinya pun sangat layak. Wah, aku mencoba bersyukur dan menanamkan pikiran positif. Seketika tentor ada yang bilang gini, “Pengalaman Bapak ngawas tahun-tahun sebelumnya, Smanti tu buat para alumni yang pengen nyoba SBMPTN lagi, taraf soalnya agak sedikit susah juga.” JLEB. Kenapa rasanya nyesek gini? “Masa sih anak SMA gak ada yang di Smanti?” Terus rasa nyesek itu hilang setelah temen aku yang SMA bilang, “kak, aku juga di Smanti loh. Kita samaan dong.”